Dana desa yang telah di gelontorkan oleh pemerintah sejak tahun 2015 ternyata telah mencapai angka yang fantastis yaitu sebesar Rp 127,74 triliun dengan total 74.910 desa. Jumlah alokasi dana 74.910 desa jumlah alokasi dana desa tersebut membuat KPK memiliki tugas yang cukup besar dalam aktivitas pengawasannya, karena semakin besar dana yang dikucurkan akan membuat kemungkinan besar pula penyalahgunaannya. Hal ini dibuktikan dengan maraknya pemberitaan di berbagai media terkait dengan penyalahgunaan dana desa.
Fenomena penyalahgunaan dana desa menimbulkan kegundahan bagi masyarakat dan pemerintah pada umumnya, karena jika ingin dianalisis lebih lanjut sebenarnya pemerintah telah menetapkan berbagai aturan dan pedoman terkait dana desa yang harapannya memudahkan dalam pelaksanaan pengelolaan dana desa sehingga tidak menimbulkan multi tafsir dan bahkan menimbulkan potensi kecurangan dalam pelakasanaannya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa diharapkan dapat mewujudkan tata kelola pengelolaan keuangan yang efektif dan efesien dengan memiliki transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.
Proses dan mekanisme penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang diatur dalam Pemendagri tersebut menjelaskan siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana cara pertanggungjawaban pengelola keuangan desa. Selain itu, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi penguat status desa sebagai pemerintahan masyarakat, serta sebagai sarana memajukan dan memberdayakan masyarakat desa.
Pemerintah desa diatur berdasarkan asas ketepatan hukum, aturan penyelenggaraan pemerintah, aturan kepentingan umum, keterbukaan akuntabilitas, efektivitas, efesiensi dan kearifan local.
Desa merupakan unit organisasi pemerintah yang terhubung langsung dengan masyarakat khususnya dalam pelaksanaan tugas di bidang pelayanan masyarakat, sehingga desentralisasi keuangan yang lebihh besar, pendanaan dan sarana prasarana yang memadahi perlu ditingkatkan unntuk penguatan otonomi desa menuju desa yang mandiri.
Pemerintah desa memiliki tugas untuk memipin penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan kegiatan yang ditetapkan brsama Badan Permusyawaratan Desa, menetapkan peraturan desa dan mengajukan rencana desa, mengajukan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), serta membina kehidupan kehidupan masyarakat desa, perekonomian desa, pengembangan pendapatan desa.
Pembagian wewenang sebagai wujud kemandirian desa ditunjukan dengan peran masing-masing perangkat desa yang meliputi Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa, Kepala Urusan Umum, dan beberapa Kepala Seksi (KASI) Bidang Kesejahteraan Rakyat Pembangunan dan KASI.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI,2014) menyebutkan ada dua tipe kecurangan yaitu pertama salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan, hal ini menyangkut tentang penghilangan dengan sengaja atau tidak sengaja dalam pelaporan hasil akhir suatu kegiatan yang menyebabkan sayu pihak atau lebihh menerima keuntungan dan mengelabui pemakai laporan keuangan.
Kedua, salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva, hal ini menyangkut tentang penggelapan atau penyalahgunaan dana yang tidak seharusnya sehingga tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang telah ditetapkan, pada umumnya hal ini dilakukan oleh satu orang internal atau lebih dari sebuah institusi atau dilakukan oleh pihak ketiga dalam proses pengerjaannya.
Potensi kecurangan yang dapat diidentifikasikan dalam pembuatan pelaporan keuangan seperti memanipulasi laporan keuangan, pemalsuan, atau pengubahan catatan atau dokumen pendukung yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan. Potensi kecurangan dapat dilakukan dengan memalsukan kuitansi dan nota serta membuat laporan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Potensi kecurangan juga terlihat dari aparat desa yang memanipulasi data sehingga apa yang direncanakan, dilaksanakan dan dilaporkan menjadi tidak sesuai. Selain itu potensi kecurangan dapat juga dilakukan dalam proses perencanaan anggaran khususnya dala rencana pembangunan desa yang membutuhkan biaya besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi atau mendorong aparat desa melakukan kecurangan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mendorong aparat desa untuk melakukan kecurangan adalah keinginan untuk memperkaya diri.
Sementara faktor eksternal lebihh melihat adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan serta tekanan dari lingkungan kerja. Masyarakat desa turut andil dalam pengawasan terhadap dana desa tersebut sehingga tercipta transparansi publik. Pengelolaan dana desa sesuai prosedur dan dalam pengawasan yang baik dapat mengurangi kemungkinan terjadinya potensi kecurangan pada pengelolaan dana desa.(Dr)