0362 21985
ekbangsetda@bulelengkab.go.id
Bagian Perekonomian dan Pembangunan

PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM DESIGN LIBERALISME

Admin ekbangsetda | 12 Agustus 2019 | 7289 kali

Pada masa orde lama bangsa Indonesia belum menentukan system pembangunan ekonomi, karena pada waktu itu masih disibukkan dalam hal pembangunan Negara secara konstitusional (national Building), akan tetapi dalam sambutan pidato Presiden Sukarno yang selalu ia dengung-dengungkan yang  kita kenal dengan Nawaksara (22 Juni 1966) adalah tentang system kemandirian ekonomi (self reliance). Dalam decade akhir kepemimpinannya arah perekonomian pun mulai bertendensi kea rah system Sosialisme ala Lenim dan Marxisme di Negara Uni Soviet dan RRC pada waktu itu, sehingga ajaran itu merambah ke bumi pertiwi melalui sebuah gerakan yang kita kenal dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di sisi lain, Bunng Hatta sering menorehkan pemikiran –pemikiran ekonominya dalam sebuah Koran “Kedaulatan Rakyat” yang menjelaskan tentang pentingnya menyelamatkan ekonomi rakyat dengan system demokrasi ekonomi yang termanifestasikan dalam bentuk koperasi yang berdasarkan kekeluargaan.

Pada era orde baru, system ekonomi mulai dogodok yang mana visi Indonesia pada wkatu itu lebih condong pada system Kapitalisme Barat yang menerpkan bentuk liberalisme. Karena Presiden Soeharto pada waktu itu menyerahkan tatanan ekonomi bangsa pada Mafia Berkeley yang sebagian besar lulusan doctor atau master dari University of California at Berkeley pada 1960-an atas bantuan Ford Foundation. Setelah masa reformasi yang diteruskan Presiden Habibie yang di eknal dengan system komparatif-kompetitive, maka dalam waktu yang sangat singkat telah menaburkan benih-benih reformasi termasuk didalamnya system ekonomi komparasi kerakyatan dan neo liberal. Kemudian diteruskan Gusdur yang pada wktu itu tidak memikirkan visi ekonomi karena prioritas kebijakan pada waktu itu terfokus kepada kesatuan NKRI dan pada masa Megawati, arah kebijakan neo-liberaslisme masih kentara walaupun juga sedikit ekonomi kerakyatan mulai dipraktekkan. Pada masa kepemimpinan presiden SBY agenda ekonomi kerakyatan agak gencar dilaksanakan khusunya dalam menjalankan program BLT, KUR dan PNPM, walaupun dalam skala makro dan lebih besar system ekonomi neo-libral juga tetap berjalan. Maka dalam era sekarang wacana neo-liberalisme muncul secara hangat, baik dalam forum diskusi, seminar nasional dan internasional, ulasan berita dan media-media lainnya setelah Presiden SBY memutuskan calon wakil presiden mendatang budiono yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Menurut para penentang mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut, budiono seorang ekonom yang menganut paham ekonomi neoliberal, sebab itu ia sangat berbahaya bagi masa depan perekonomian Indonesia.

Ekonomi Liberal maupun Neo-Liberal masing-masing memiliki plus dan minus, akan tetapi minusnya lebih banyak daripada plusnya, maka lebih baik ditinggalkan dan diadakan dalam perputaran ekonomi nasional. Ekonomi yang tepat untuk mengganti neo-liberalisme adalah ekonomi yang bervisi pro-rakyat (ekonomi kerakyatan) yaitu ekonomi keadilan social.

Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang ebrpihak kepada rakyat, tentunya system ekonomi tidak lain adalah desain dari ekonomi syariah atau ekonomi islam. Tidak mungkin kita menghendaki ekonomi kerakyatan yang berpaham PKI sangat pro rakyat, akan tetapi tidak bisa menjadikan adil baik dari sisi kemanusiaan dan ketuhanan. Oleh karenanya ekonomi kerakyatan adalah desain dari ekonomi islam yang berbaju ekonomi berkeadilan social. Maka kesimpulannya Agama sebagai factor terpenting dalam pembangunan ekonomi yang termanifestasikan dalam ahlak nerekonomi dan berbisnis, sehingga pasar akan berlaku jujur, disiplin, tepat waktu, menepatu janji, tidak serakakh, tidak ada monopoli, tidak ada korupsi dan tidak ada penipuan, serta perdagangan dilakukan dalam barang dan jasa yang halal, tidak ada perdagangan manusia (human traffic smuggling0, PSK, Perdagangan anak, perdagangan daging babi/anjing utnuk konsumsi.

Kebijakan-kebijakan ekonomi berupa liberalisasi pasar, kebijakan pro-pasar. Sangat tidak tepat walaupun institusi pasar adalah tempat terpenting menuai rezeki, akan tetapi harus ada UU Negara yang mengatur pasar sehingga pasar berjalan dengan adil seperti adanya UU ysng mengatur persaingan usaha. Maka fungsi Negara tidak hanya membuat UU untuk mengatur pasar, akan tetapi berfungsi sebagai pengawas pasar. Pasar dikatakan adil apabila ditandai dengan tidak adanya monopoli, baik monopoli modal, monopoli barang ataupun monopoli peluang, maka dibutuhkan distribusi kerja dan kesempatan. Dalam kaitan ini, system mall, alfamart, harus diatur jangan sampai bersaing dengan PKL ataupun perusahaan besar diatur agar tidak menindas usaha kecil atau menengah. Maka PKL/Usaha dagang kecil harus dibuatkan tempat tersendiri yang layak dengan system bagi hasil atau sewa oelh pemerintah sehingga menjadi teratur. Dalam kondisi terpaksa Negara dapat memtok harga kebutuhan primmer, sehingga harga kebutuhan primmer dapat terjangkau oleh masyarakat.

Kebijakan kapitalisme berfaham individualisme sangat tidak sesuai dengan kultur bangsa Indonesia, Ketuhanan dan kemanusiaan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagai gantinya adalah system koperasi dan takaful social. Karena kesejahteraan ekonomi itu untuk dinikmati semua lapisan rakyat tidak untuk segelintir orang.(DR)

Download disini