0362 21985
ekbangsetda@bulelengkab.go.id
Bagian Perekonomian dan Pembangunan

REFORMASI 20 TAHUN DAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA

Admin ekbangsetda | 28 Januari 2019 | 5025 kali

 

Perjalanan ekonomi Indonesia setelah 20 tahun reformasi tidaklah mulus, ada hambatan dan tantangan, namun berbagai upaya harus dilakukan guna memperkuat strukturnya.

Pada akhir 2008, ekonomi Indonesia terimbas oleh krisis global. Setelah mencatat pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen sampai dengan triwulan III-2008, perekonomian Indonesia mulai mendapat tekanan berat pada triwulan IV-2008.

Hal itu tercermin pada perlambatan ekonomi secara signifikan terutama karena anjloknya kinerja ekspor. Di sisi eksternal, neraca pembayaran Indonesia mengalami peningkatan defisit dan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan.

Secara relatif, posisi Indonesia sendiri secara umum bukanlah yang terburuk di antara Negara-negara lain. Perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh sebesar 6,1 persen pada 2008.

Sementara kondisi fundamental dari sektor eksternal, fisikal dan industri perbankan juga cukup kuat untuk menahan terpaan krisis global.

Meski demikian, dalam perjalanan waktu kedepan, dampak krisis terhadap perekonomian Indonesia semakin terasa. Semakin terintegrasinya perekonomian global dan bertambah dalamnya krisis menyebabkan perekonomian di seluruh negara mengalami perlambatan pada tahun 2009 Indonesia tak terkecuali.

Badan pusat statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 hanya mencapai 4,5 persen sebagai dampak perlambatan ekonomi global.

Sementara itu pertumbuhan ekonomi pada 2014 tercatat sebesar 5,02 persen, tahun 2015 sebesar 4,88 persen, 2016 sebesar 5,02 persen tahun 2017 sebesar 5,07 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi selama triwulan pertama 2018 mencapai 5,06 persen.

Menteri Keuangan mengingatkan pentingnya penguatan struktur ekonomi dengan mendorong peran investasi maupun ekspor untuk optimalisasi pertumbuhan ekonomi. Membuat struktur ekonomi jauh lebih kuat, dengan menciptakan industri yang bisa memproduksi bahan baku dan bahan modal. Kinerja investasi yang saat ini sedang tumbuh tinggi atau mencapai 7,95 persen pada triwulan I-2018 harus di tingkatkan agar makin berkontribusi kepada perekonomian.

Sedangkan sektor ekspor yang tumbuh 6,17 persen, atau hanya setengah dari impor yang tumbuh 12,75 persen pada periode sama, harus mulai diperkuat untuk memperkecil defisit neraca transaksi berjalan.

Menteri Keuangan menambahkan tentang ekspor Indonesia baru separuhnya dari impor, dan ini akan jadi salah satu penghambat, apabila kita ingin tumbuh tinggi maka ekspor kita harus dipacu. Karena itu adalah cara untuk menyelesaikan dan meng-adress isu yang sifatnya struktural.

Untuk itu, pemerintah akan kembali memperkuat kebijakan untuk mendorong kinerja investasi maupun ekspor, salah satunya dengan perumusan insentif fisikal, agar fundamental ekonomi makin terjaga.

Kepala BPS mengatakan perekonomian Indonesia pada triwulan I-2018 tumbuh sebesar 5,06 persen (yoy), lebih menjanjikann daripada periode sama tahun 2017 yang hanya tercatat 5,01 persen. Ini sangat menjanjikan karena lebih tinggi dari triwulan satu 2017 sebesar 5,01 persen. Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2018 itu juga lebih baik dari periode sama tahun 2016 yang hanya tumbuh sebesar 4,94 persen dan 2015 sebesar 4,83 persen. Berharap pertumbuhan akan lebih tinggi lagi karena masih ada momen yang bisa memicu pertumbuhan seperti Lebaran, Pilkada maupun Asian Games.

Pertumbuhan PDB tertinggi menurut lapangan usaha pada triwulan I-2018 terjadi pada sektor informasi dan komunikasi 8,69 persen, transportasi dan pergudangan 8,59 persen, jasa lainnya 8,42 persen, jasa perusahaan 8,04 persen dan konstruksi 7,35 persen.

Konstruksi, yang menjadi penyumbang struktur PDB terbesar keempat, tumbuh menggembirakan 7,35 persen. Ini jauh lebih tinggi dari triwulan satu 2017 yang hanya tumbuh 5,96 persen.

Sedangkan menurut pengeluaran pertumbuhan ekonomi triwulan I-2018 didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,95 persen, konsumsi.(Dr)