Indonesia mengalami Triple
Planetary Crisis, yakni perubahan iklim, tingginya tingkat polusi,
dan hilangnya keanekaragaman hayati. Implikasi Triple
Planetary Crisis ini telah lama dirasakan dan berdampak pada
pembangunan khususnya dan umumnya menimbulkan kerugian ekonomi,
Sejalan
dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPN) 2025-2045 yang mengusung visi
“Negara Nusantara yang Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan” untuk mencapai
Indonesia Emas 2045, sekaligus menjadi langkah strategis mewujudkan Indonesia
keluar dari Middle Income Trap sebelum 2045. Pasalnya, meratanya
pembangunan daerah berkontribusi terhadap tingginya pertumbuhan nasional. Pemerintah
Indonesia berprinsip untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dalam 20
tahun ke depan, secara jangka panjang memastikan pembangunan yang selaras
dengan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Manfaat dari
pembangunan dapat terus dirasakan generasi di masa mendatang, harus hidup
berdampingan, menjaga kelestarian alam dan sumber daya. Hanya dengan cara respect pada
lingkungan, yang mungkin bisa memetik pertumbuhan ekonomi yang di atas
potensinya.
Selain menunjang keberhasilan perencanaan
pembangunan nasional melalui penyusunan dan integrasi kebijakan PRKBI ke dalam
dokumen perencanaan daerah, ruang lingkup Nota Kesepakatan ini juga meliputi
penguatan mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pelaporan capaian penurunan serta
intensitas emisi, penyusunan kajian enabler dalam mempercepat
implementasi PRKBI dan implementasi program PRKp ada sektor energi, lahan,
dan blue carbon serta program Berketahanan Iklim pada sektor
pertanian, perairan, dan sektor kelautan dan pesisir. Penandatanganan kerja
sama ini dibidik mampu meningkatkan dukungan pusat terhadap misi pembangunan
setiap provinsi terkait PRK dan ketahanan iklim menuju pembangunan
berkelanjutan. Langkah ini juga menjadi tindak lanjut dari berhasilnya tujuh
provinsi menjadi percontohan PRKBI, yakni Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa
Barat, Papua, Papua Barat, Riau, dan Bali. (dr)(Bappenas)